Wednesday, May 1, 2024
Depan > Kesehatan > Yayasan Paramitra Gelar Workshop Penyusunan Pembelajaran dan Rencana Kegiatan

Yayasan Paramitra Gelar Workshop Penyusunan Pembelajaran dan Rencana Kegiatan

Reporter : Syamsul Akbar
KRAKSAAN – Yayasan Paramitra Jawa Timur menggelar workshop penyusunan pembelajaran dan rencana kegiatan di ruang pertemuan Jabung 2 Kantor Bupati Probolinggo, Senin (4/12/2023).

Kegiatan yang dibuka oleh Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Probolinggo Heri Sulistyanto ini diikuti oleh seluruh stakeholder terkait, Komatda (Komite Mata Daerah) serta organisasi penyandang disabilitas di Kabupaten Probolinggo.

Pj Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Probolinggo Heri Sulistyanto mengatakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo berkomitmen untuk melanjutkan apa yang menjadi program dari Yayasan Paramitra. Sebab semua kepentingannya dalam rangka untuk meringankan beban masyarakat terkait dengan gangguan penglihatan.

“Apapun nanti yang sudah diprogramkan, kita akan berusaha untuk mengawal agar OPD yang punya kewajiban untuk melanjutkan program-program seperti itu harus dipastikan OPD ini betul-betul mengawal,” katanya.

Menurut Pj Sekda Heri, pengembangan program ini tidak hanya sebatas di tingkat kabupaten, tapi juga didorong bisa dilaksanakan di level desa. Karena di desa juga punya penganggaran yang juga mungkin di desa ada masyarakat yang mengalami gangguan penglihatan.

“Mudah-mudahan melalui level desa juga bisa dibantu masyarakatnya. Kalau tidak mungkin di desa bebannya untuk membantu masyarakat yang terlalu banyak karena yang menderita gangguan penglihatan juga banyak bisa ditangani di level kabupaten,” jelasnya.

Pj Sekda Heri menegaskan selama ini Pemkab Probolinggo melalui Palang Merah Indonesia (PMI) setiap tahun secara rutin juga sudah melakukan pengobatan berupa operasi katarak dengan menggandeng Yayasan Kemanusiaan Indonesia/John Fawcett Foundation (JFF) Bali.

“Insya Allah kadang-kadang mereka melakukan pengobatan mata ini satu tahun bisa dua kali. Alhamdulillah dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat yang ada di Kabupaten Probolinggo,” terangnya.

Sementara Direktur Yayasan Paramitra Jawa Timur Asiah Sugianti menyampaikan ini sebetulnya program I-SEE 2018-2023 itu akan closing. Sebelum program I-SEE yang dilakukan oleh Yayasan Paramitra Jawa Timur ini closing, maka pihaknya memang mengundang stakeholder untuk merumuskan pembelajaran apa yang sudah baik yang selama ini dilakukan bersama dan yang kurang baik.

“Karena walaupun kurang baik itu tetap menjadi pembelajaran juga buat Paramitra ketika mengembangkan wilayah baru serta buat stakeholder di sini untuk bisa belajar dari kegiatan yang kurang baik kemarin,” ujarnya.

Asiah menjelaskan dari pembelajaran yang baik dan kurang baik itu kemudian stakeholder diajak untuk membuat rencana tindak lanjut pasca program I-SEE. Stakeholder yang diundang sekarang ini adalah sebetulnya stakeholder yang diundang saat program kick off awal launching program. Kemudian setiap enam bulan sekali update program juga diundang untuk mengikuti perkembangan program setiap 6 bulan sekali.

“Ini adalah pertemuan terakhir kita ajak untuk merancang kegiatan bareng. Karena sayang ya di Kabupaten Probolinggo sekarang sudah ada payung hukum berupa Peraturan Bupati Nomor 49 Tahun 2023 Tentang Penanggulangan Gangguan Penglihatan yang termasuk mengatur bagaimana OPD itu bisa berperan dalam percepatan penanggulangan gangguan penglihatan sesuai dengan peran masing-masing,” terangnya.

Lebih lanjut Asiah mencontohkan program yang ada di sekolah itu program refraksi yang ada di SMP dan MTs selama ini kerjasama dengan Kementerian Agama dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Selama ini guru-gurunya sudah dilatih karena prevalensi mata Kabupaten Probolinggo tinggi.

“Seharusnya sangat tidak tergantung pada Dinas Kesehatan yang pekerjaannya sudah banyak. Guru UKS dilatih sendiri agar secara mandiri melakukan skrining secara mandiri dan berkelanjutan serta mengenali ketika ada siswanya memang punya gangguan penglihatan. karena terbukti banyak sekali yang punya gangguan penglihatan yang siswanya itu tidak ngomong sehingga orang tua dan gurunya tidak tahu,” tambahnya.

Menurut Asiah, selama ini pihaknya melakukan skrining dan memberikan bantuan kacamata. Walaupun sangat minim dengan harga minimal Rp 200.000 tetapi kalau min nya banyak bisa sampai Rp 300.000 sampai Rp 500.000. Dari bantuan itu sekarang ketika program I-SEE habis tidak ada bantuan. Kemudian bagaimana dengan siswa yang dari keluarga kurang mampu, apakah nanti ketika guru melakukan skrining siapa yang akan membantu kacamata.

“Itulah yang perlu kita pikirkan. Artinya Kemenag atau Dinas Pendidikan dan Kebudayaan perlu memikirkan. Saya pikir kok bisa saja tidak harus bantu karena Rp 200.000 itu kecil kalau buat anaknya bisa belajar dengan baik. Mungkin karena tidak ada komunikasi yang bagus saja antara pihak sekolah dan guru sehingga itu tidak ada solusi,” jelasnya.

Asiah menjelaskan kalau dengan misalnya di masyarakat ada DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa) dan ada 9 (sembilan) desa sehat mata yang sekarang. Yakni Desa Sekarkare, Desa Dungun, Desa Bulang, Desa Karanganyar, Desa Randujalak, Desa Kertonegoro, Desa Tarokan, Desa Liprak Kulon dan Desa Betek Taman.

“Bagaimana nanti DPMD yang punya peran pemberdayaan di desa itu bisa memperluas mereplikasi 9 desa sehat mata ke desa yang lain. Sehingga desa yang lain mempunyai Peraturan Desa juga seperti 9 desa sehat mata tentang kesehatan,” pungkasnya. (wan)