Reporter : Hendra Trisianto
PROBOLINGGO – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo dr. Anang Budi Yoelijanto mengungkapkan bahwa stunting adalah kegagalan seseorang untuk tumbuh dan berkembang. Namun tidak semua orang yang pertumbuhannya kurang bisa dikatakan stunting. Bisa jadi seseorang tersebut pertumbuhannya kurang tetapi perkembangannya bagus. Seperti kesehatannya, kecerdasannya, keaktifannya dan lain sebagainya.
Hal tersebut disampaikan dr. Anang Budi Yoelijanto ketika memberikan paparan dalam kegiatan rembuk stunting tahun2019 yang digelar Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Probolinggo di Pendopo Kabupaten Probolinggo, Selasa (16/7/2019).
“Mari bersama-sama agar tidak sampai ada permasalahan ibu hamil dan balita di Kabupaten Probolinggo. Jangan sampai ada kasus stunting, AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) di Kabupaten Probolinggo,” katanya.
Menurut Anang, prevalensi stunting di Kabupaten Probolinggo tahun 2018 cenderung turun dibandingkan tahun 2013. Secara nasional, angka stunting tahun 2013 mencapai 37% dan turun tahun 2018 menjadi 30%. Sementara di tingkat Provinsi Jawa Timur tahun 2013 mencapai 35% dan turun pada tahun 2018 menjadi 32%. Sedangkan di Kabupaten Probolinggo tahun 2013 mencapai 49,9% dan turun sebesar 9,5% pada tahun 2018 menjadi 39,9%.
“Penurunan prevalensi stunting di Kabupaten Probolinggo hampir mencapai 10%. Keberhasilan ini berkat kebijakan yang dilakukan oleh Ibu Bupati Probolinggo dan komitmen semua pihak untuk bersama-sama dalam percepatan penanggulangan dan pencegahan stunting di Kabupaten Probolinggo,” jelasnya.
Anang menerangkan apabila seseorang mengalami stunting, maka ada beberapa dampak yang akan dialami. Diantaranya, gangguan pertumbuhan lebih rendah dari usianya. Misalnya pada perkembangan yang harus bisa bicara ternyata tidak bisa bicara, perkembangan intelegensia dan SDM tidak akan terjadi serta biasanya akan mudah sakit.
“Stunting juga bisa mengakitkan angka pengangguran. Selain itu akan mengalami gizi buruk karena rendahnya akses makanan. Hal ini biasanya sering dialami oleh masyarakat miskin. Meskipun demikian, stunting juga terjadi pada golongan masyarakat terdidik karena pola asuh anak yang salah. Ingatlah, ASI eksklusif sangat luar biasa,” terangnya.
Hal lain yang mengakibatkan stunting adalah rendahnya akses layanan kesehatan. Meskipun ada tetapi tidak terakses dengan baik maka akan terasa sia-sia. “Tahun 2017 lalu, Ibu Bupati Probolinggo sudah melaunching program Sertifikasi Pasangan Pra Nikah. Program ini sangat bagus dalam rangka mempersiapkan pernikahan dan persalinan. Jika pernikahan sudah disiapkan, maka permasalahan selanjutnya adalah persalinan. Sebab stunting itu tidak hanya masalah gizi saja tetapi suasana pengasuhan harus bagus,” ujarnya.
Anang menerangkan stunting bisa dicegah melalui upaya pemenuhan gizi spesifik dan gizi sensitif. Gizi spesifik lebih banyak dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Tetapi itu hanya menyumbang sekitar 30% saja. Sementara 70% lainnya berasal dari gizi sensitif seperti sanitasi yang bagus, kebersihan lingkungan dan lain sebagainya.
“Mari kita bersama-sama melaksanakan upaya percepatan penanggulangan dan pencegahan stunting dengan menyadari peran serta masing-masing dan bergandengan tangan. Kalau semua itu dapat dilakukan, maka mimpi untuk menurunkan prevalensi stunting di Kabupaten Probolinggo bisa terwujud,” pungkasnya. (dra)