Saturday, September 30, 2023
Depan > Kemasyarakatan > BPBD Bentuk Desa Kedungsumur Sebagai Desa Tangguh Bencana

BPBD Bentuk Desa Kedungsumur Sebagai Desa Tangguh Bencana

Reporter : Syamsul Akbar
PAKUNIRAN – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Probolinggo membentuk Desa Kedungsumur Kecamatan Pakuniran sebagai Desa Tangguh Bencana (Destana) di Kabupaten Probolinggo, Rabu (26/2/2020).

“Salah satu upaya mitigasi bencana yaitu mitigasi non struktural. Sementara salah satu kegiatan mitigasi non struktural adalah pembentukan desa tangguh bencana (destana),” kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Probolinggo Anggit Hermanuadi.

Dalam Kajian Resiko Bencana (KRB) Kabupaten Probolinggo terdapat 325 desa dan 5 kelurahan. Seluruhnya ada potensi bahaya ataupun ancaman bencananya. Terdapat jenjang resiko bencananya sehingga dalam hal pengurangan resiko bencana dalam konteks Penanggulangan Bencana ada skala prioritas.

“Desa Kedungsumur Kecamatan Pakuniran merupakan desa dengan tingkat resiko bencana yang tinggi untuk bencana banjir bandang, longsor dan cuaca ekstrim. Selain hal tersebut lokasinya merupakan daerah hulu sungai dan posisi desa yang terpencil,” jelasnya.

Jika terjadi bencana jelas Anggit, dibutuhkan ketangguhan masyarakat desa tersebut terutama dalam masa Golden Time Bencana (dalam waktu 6 jam), mampu mengatasi pananganan darurat bencana di wilayahnya, sebelum datangnya bantuan dari pihak stakeholders bencana baik dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi atau pusat.

“Dalam Deklarasi Sendai menyatakan prosentase keselamatan dalam bencana pihak regu penolong (SAR, pemerintah dan lain sebagainya) hanya 5%. Selebihnya 95% ada pada diri sendiri, keluarga dan tetangga sekitar,” terangnya.

Menurut Anggit, ada 3 (tiga) indikator sebuah desa disebut tangguh bencana jika masyarakat dan komponen desa sudah bisa mengindetifikasi ancaman bencananya di desanya dan bisa mengurus secara mandiri dalam menghadapi bencana terutama dalam Golden Time Bencana. “Serta, cepat bisa moveon dalam pasca bencana, sehingga hidup dan kehidupan bisa cepat berjalan seperti sedia kala,” tegasnya.

Dalam kegiatannya dilakukan diskusi oleh peserta. Dimana fasilitator hanya sebagai pengarah tentang identifikasi bahaya dan ancaman, model EWS (Early Warning System), dasar-dasar KRP/RPB desa serta pembagian relawan berdasarkan keahlian/minat (misalnya dapur umum, evakuasi, kesehatan, komunikasi/publikasi dan lain-lain).

“Untuk KRB/RPB desa akan ditindaklanjuti dengan program mandatory di APBDes senilai Rp 10 juta perdesa di Kabupaten Probolinggo mulai tahun anggaran 2020. Dimana nantinya program lanjutan dari program mandatory tergantung yang tertuang dalam dokumen Rencana Penanggulangan Bencana Desa (RPBDes),” pungkasnya. (wan)